Nurani Ruhani: Agustus 2010

Selasa, 03 Agustus 2010

Sore itu...part 2

Hari berikutnya,di sore yang sama. Aku melintas lagi di perempatan itu dan lagi-lagi harus berhenti karena lampu merah. Namun kali ini aku berhasil membawa pulang adikku dan tak ada persekongkolan lagi. Kala itu ku lihat lagi seorang anak jalanan peminta-minta tetapi bukan anak yang kemarin. Si anak kira2 berusia 7 tahun, menghampiri pengendara yang sedang berhenti di lampu merah. Tiba-tiba si anak menghampiri mbak-mbak didepanku, di tangan kanannya kulihat ia memegang sebuah kayu pendek. Ku pikir kayu itu adalah kecrekan yang biasa digunakan untuk mengamen, setelah kulihat secara seksama ternyata bukan, tak ada lempengan2 botol yang biasa menempel. Itu hanya kayu biasa dengan ujung yang tidak rata. kemudian si anak menunjuk-nunjuk kantong plastik yang digantung di motor mbak-mbak tersebut. Rupanya si anak ingin meminta ini kantong plastik tersebut, yang ku taksir isinya adalah minuman. Mbak-mbak tidak mau memberikan pada si anak, kemudian si anak merengek-rengek ingin memintanya. Mbak-mbak tetap teguh pada pendiriannya untuk tidak memberikan pada si anak. Aku sudah mulai was-was kalau-kalau si anak nekat membaret-baret motor si Mbak dengan kayu yang dibawanya. Tak berapa lama Mbak2 membuka tasnya,kupikir si anak akan diberi uang. Tetapi ternyata bukan, dari dalam tasnya si Mbak mengeluarkan sebungkus Oreo isi tiga dan memberikan kepada anak itu. Tanpa ba bi bu si anak langsung menyambut oreo tersebut, dalam waktu yang singkat oreo telah berpindah ke tangan si anak. Maka kemudian berlarilah si anak ke trotoar. Rupanya ia mendekati 2 orang temannya sesama anak jalanan, 2 orang anak perempuan yang berusia sekitar 6 tahun. Si anak lelaki melambai-lambaikan oreo yang dibawanya, 2 orang anak perempuan tersenyum riang dengan mata yang berbinar. Merekapun kemudian berkerumun, bersama-sama membuka oreo dan memakannya bersama-sama. Ku saksikan sore itu sungguh mengharukan. Seorang anak jalanan berbagi sebungkus oreo isi tiga dengan kedua temannya. Betapa sebungkus oreo isi tiga sungguh berarti bagi mereka. Seorang anak yang hanya mempunyai sebungkus oreo isi tiga, namun ia rela berbagi dengan teman2nya. Lalu bagaimana dengan kita? Kita punya lebih dari sekedar oreo isi tiga, bahkan mampu membeli lebih dari satu bungkus oreo isi tiga…, tapi apakah kita selalu ingat untuk berbagi dengan apa yang kita punya dengan sesama?


Sore Itu

Saat hatiku sedang gundah gulana, karena tak tahu harus mencari adikku kemana.

Ya..dia kabur. (Dan aku mencium adanya persekongkolan dengan teman dekatnya)

Setelah mengubek-ubek isi sekolah dan menunggu sampai Maghrib hampir tiba, tak kulihat batang hidungnya. Kuputuskan untuk pulang saja…,toh nanti pasti juga bakalan pulang sendiri. Tapi dalam hati ini masih dongkol, ingin rasanya memaki-maki. Tapi tak kulakukan itu, maka pulanglah aku menerjang rintik-rintik hujan sambil berharap dinginnya hujan akan mendinginkan hatiku.

Sampai di sebuah perempatan lampu merah akupun berhenti (karena lampu menyala merah), di sebuah trotoar aku melihat seorang anak jalanan yang sedang menangis, tapi tangisnya seakan-akan dibuat-buatnya. Hatiku iba melihat anak berumur 5 tahun dalam hujan menangis sendirian di tepi trotoar. Dari ujung rambut hingga ujung kakinya telah basah oleh air hujan, tiba-tiba di sebelahku dua orang mbak-mbak pengendara yang juga sedang berhenti berteriak-teriak menyuruh agar anak itu berteduh. Namun anak itu tetap diposisinya bahkan sekarang makin memperkeras tangisannya (tangisan yang dibuat-buat) beberapa kali mbak-mbak menyuruhnya berteduh namun si anak tak sesenti pun bergeser dari tempatnya. Dan aku hanya menjadi penonton saja, ingin juga rasanya menyuruh agar anak tersebut berteduh. Tapi aku hanya memandanginya dengan iba. Aku berpikir bagaimana jika anak itu sakit? Siapa yang merawatnya? Siapa yang peduli padanya? Berbagai pertanyaan datang dalam benakku tentang nasib anak itu, namun tak ada jawaban, tak ada yang menjawab, dan memang tak pernah ada pertanyaan yang terlontar.